BATAMTODAY.COM, Jakarta - Bupati Lingga, Kepri, Alias Wello kembali mangkir pada panggilan untuk dimintai keterangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait dugaan gratifikasi pemberian IUP tiga perusahaan pertambangan oleh Bupati Kotawaringin Timur (Kotim), Supian Hadi, Kamis (22/7/2020).
Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah menggeledah rumah milik Bupati Lingga, Alias Wello, di Kepulauan Riau pada Kamis, 28 November 2019.
Sebelum penggeledahan dilakukan, KPK telah melayangkan surat pemeriksaan ke rumah Wello di Jakarta. Namun, tidak ada orang di rumah tersebut, sehingga KPK mendatangi rumah Wello di Kepri untuk memeriksanya sekaligus melakukan penggeledahan.
Tim KPK menggeledah rumah di Jalan Ir. Sutami (Suka Berenang), Kelurahan Tanjungpinang Timur, Kecamatan Bukit Bestari. Sejumlah dokumen terlihat dibawa oleh penyidik KPK dari lokasi itu.
Wello pada saat itu diperiksa KPK dalam kapasitasnya sebagai pihak swasta. Sampai saat ini KPK masih mengamankan dokumen-dokumen terkait pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Fajar Mentaya Abadi.
Tidak hanya itu, dalam kasus ini KPK juga telah melakukan penggeledahan di rumah pengusaha tambang bernama Hendi di Tanjungpinang, Rabu 21 Agustus 2019.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri memberi keterangan terkait kasus tersebut. Pemeriksaan keduanya direncanakan oleh KPK pada Kamis 22 Juli 2020 lalu. Namun yang bersangkutan masih mangkir dari panggilan tersebut.
"Ya benar mas, AW telah dijadwalkan untuk pemeriksaan pada Kamis 22 Juli 2020 lalu tapi mangkir. Kami akan melayangkan surat pemanggilan berikutnya untuk dimintai keterangan kembali," katanya, saat dihubungi, Sabtu (25/7) di Batam.
Sebelumnya, dalam kasus tersebut Bupati Kota Waringin Timur, Kalbar, Supian Hadi telah ditetapkan tersangka oleh KPK atas dugaan gratifikasi pemberian IUP tiga perusahaan pertambangan PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia dan PT Aries Iron Minin yang bergerak eksploitasi SDA sektor pertambangan di Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2010-2012.
Supian dan AW sebelumnya juga sudah dipanggil oleh KPK untuk diperiksa sebagai saksi, pada 19 Desember 2019 namun mangkir.
Dalam kasus ini kerugian negara ditaksir mencapai Rp5,8 triliun dan US$711 ribu yang dihitung dari eksplorasi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan yang dilakukan PT FMA, PT BI dan PT AIM.
Sumber: Gatra
Editor: Surya