BATAMTODAY.COM, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui dampak ekonomi dari pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih jauh dari harapan.
Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah menargetkan pembangunan 17 KEK sampai akhir tahun ini.
Per awal Oktober 2019, pemerintah baru membangun 13 KEK yaitu di Sei Mangkei, Tanjung Lesung, Palu, Bitung, Morotai, dan Maloy Batuta Trans Kalimantan. Kemudian, KEK di Tanjung Api-Api, Mandalika, Tanjung Kelayang, Sorong, Arun Lhokseumawe, Galang Batang, dan Singasari.
Sementara 4 KEK lain masih dalam proses menunggu keluarnya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). Salah satunya, Kawasan Industri (KI) Kendal di Jawa Tengah yang akan bersulih nama menjadi KEK. Lalu, KEK Likupang di Sulawesi Utara, KEK Nongsa Digital Park di Batam, dan KEK MRO di Batam.
Dari sisi nilai investasi, ia memaparkan nilai komitmen investasi yang berhasil dikantongi pemerintah dari 11 KEK yang sudah beroperasi sekitar Rp85,3 triliun. Namun, dari komitmen itu, investasi yang sudah terealisasi baru Rp21 triliun atau sekitar 24,6 persen.
Lalu, pembangunan 6 KEK juga mampu menyerap sebanyak 8.686 orang. Kemudian, realisasi jumlah wisatawan baru sekitar 1,8 juta orang dari 4 KEK.
Selanjutnya, rata-rata peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sekitar 13 persen pada 2015-2018 dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten meningkat 60 persen pada 2015-2017.
"Dibandingkan dengan harapan kami memang masih di bawah harapan," ucap Darmin di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Sayangnya, Darmin enggan merinci seperti apa target pemerintah di masing-masing KEK. Begitu pula dengan target menyeluruh dari kebijakan ini.
Menurut Darmin, belum optimalnya dampak KEK disebabkan oleh beberapa kendala, mulai dari rumitnya pembebasan lahan hingga regulasi yang kerap multitafsir.
Darmin mencontohkan persoalan dalam pembebasan lahan terjadi karena begitu pemerintah mengumumkan akan membangun KEK, harga tanah di kawasan yang akan dibangun menjadi KEK langsung naik.
"Masa ada dia (pemilik tanah) yang tunggu harga jadi Rp10 juta per meter baru dijual ke kami, ya repot kalau begitu. Kalau di Jakarta sih boleh, tapi di sini (KEK) ya tidak," katanya.
Masalah lain, yaitu ego regional. Menurutnya, sering kali pemerintah sudah memetakan ingin membangun KEK untuk sektor industri tertentu di sebuah kawasan. Namun, pemerintah daerah setempat dan dunia usaha meminta agar KEK yang dibangun mengutamakan pengembangan industri sesuai dengan komoditas unggulan daerah.
"Jadi ada hal-hal yang memang kami ingin mendapatkan suatu yang lebih bisa dilihat, tapi kadang justru kurang menurut dunia usaha," terangnya.
Selanjutnya, ada masalah multitafsir regulasi pemerintah oleh dunia usaha. Masalah ini, kata Darmin, kerap terjadi pada investor baru yang sebelumnya tidak pernah bekerja sama dengan pemerintah. "Repotnya, walau kami sudah ubah sana sini aturan, tapi investor lebih percaya investor di dalam. Padahal sudah kami ubah, tapi mereka belum percaya, itulah kenapa kami kerja sama dengan Kadin," jelasnya.
Sementara untuk lima tahun ke depan, Darmin mengatakan pemerintah akan mengembangkan konsep dan rencana pembangunan KEK dengan melakukan evaluasi menyeluruh pada KEK yang sudah berjalan. Namun, bagaimana tren pembangunan KEK ke depan belum bisa secara rinci dijabarkannya.
Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha