BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Sekitar 200 orang pencari suaka menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization for Migration/IOM) Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Senin (5/8/2019).
Mereka menuntut keadilan dan pertanggungjawaban dari Badan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR).
Para pengungsi juga menyampaikan aspirasi agar diperlakukan sebagai manusia yang harus diselamatkan. Mereka tidak menuntut harus tinggal di negara ketiga, Australia, Kanada dan Amerika Serikat.
"Di negara mana pun asalkan kami dapat pendidikan, bekerja dan hidup bebas, kami mau," kata salah seorang Pencari suaka, Ali Rizal Nazario yang dapat menggunakan Bahasa Indonesia.
Aksi unjuk rasa yang berlangsung sejak pukul 09.00-12.00 WIB itu tidak membuahkan hasil. Pihak UNHCR gagal bernegosiasi dengan para pendemo. Hal itu disebabkan para pencari suara tidak mau hanya perwakilannya saja yang rapat dengan pihak UNHCR.
Pengunjuk rasa berasal dari Sudan, Afganistan, Somalia dan Pakistan itu juga menegaskan bahwa mereka bukan pelaku kriminal. Karena itu mereka mengharapkan mendapat kebebasan setelah 5-7 tahun tinggal di Rumah Detensi Imigrasi Tanjungpinang dan Hotel Badra Bintan.
Mereka sangat menghormati peraturan Indonesia, dan menyukai warga Indonesia yang ramah. Namun selama ini kehidupan para pencari suaka tidak bebas.
"Kami tidak bisa bekerja, membawa kendaraan. Kami punya keahlian," kata Ali yang sudah 14 bulan tinggal di Hotel Badra Bintan.
Ali sebelumnya tinggal selama bertahun-tahun di Rudenim Balikpapan. "Banyak teman-teman mengalami depresi dan gangguan mental," ucapnya.
Aksi unjuk rasa ini merupakan akumulasi dari kekecewaan para pencari suaka. Mereka tidak kecewa dengan perlakuan Pemerintah Indonesia, melainkan dengan IOM dan UNHCR, yang sampai sekarang belum memberi jawaban yang pasti kapan diberangkatkan ke negara ketiga.
"Kami ingin semua negara mendengar tuntutan kami. Kami ingin keadilan, diperlakukan sebagai manusia," kata Alzobier Pasha, pencari suaka asal Sudan, yang mahir menggunakan Bahasa Indonesia.
Pencari suaka selama ini merasa diperlakukan dengan baik oleh Pemerintah Indonesia. Masyarakat Bintan pun menerima mereka dengan baik.
Namun kebebasan adalah kebutuhan yang tidak dapat ditawar-tawar, karena para pencari suaka pun memiliki masa depan, yang sampai sekarang masih sebatas mimpi.
Mereka ingin mendapat pendidikan yang layak, pekerjaan dan kehidupan yang bebas seperti warga lainnya.
"Kami ingin berita ini tersiar ke seluruh dunia, didengar dan ditanggapi PBB," katanya.
Kepala Kantor Perwakilan United Nations High Commissioner for Refugees Provinsi Kepulauan Riau (UNHCR Kepri) Frangky Lukitama tidak dapat memastikan kapan para pencari suaka itu diberangkatkan ke negara ketiga, Amerika, Australia ataupun Kanada.
"Saya tunggu tindak lanjut dari Polres Bintan," katanya.
Sumber: kepriprov.go.id
Editor: Chandra