BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisi II DPR mminta Ombusdman RI segera mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membatalkan rencana penunjukkan Walikota Batam sebagai Ex-Officio Kepala BP Batam. Sebab, kebijakan tersebut berpotensi terjadinya maladminstrasi dan bisa berujung pada impeachment Presiden dari jabatannya.
"Komisi II meminta Ombusdman RI menindaklanjuti keputusan rapat dengan segera mengirim surat kepada presiden terkait hasil kajian penyelesaian permasalahan Batam," kata Herman Khaeron, Wakil Ketua Komisi II DPR saat membacakan kesimpulan RDP dengan Ombusdman RI, Ketua Dewan KPBPB Batam, Kementerian Hukum dan HAM, Kepala BP Batam, Kadin Kepulauan Riau dan Kadin Batam, serta Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada (UGM) di Jakarta, Senin (13/5/2019).
Menanggapi hal ini, Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai mengungkapkan, Ombudsman sebenarnya telah mengirim surat ke Presiden Jokowi untuk menyampaikan hasil kajian usai melakukan pemanggilan terhadap Dewan Kawasan untuk dimintai keterangan mengenai Ex-Officio.
"Kita sudah mengirim surat ke Presiden setelah kajian selesai, tapi kita akan kirim lagi apabila diminta Komisi II DPR berdasarkan hasil RDP," kata Amzulian yang juga membubuhkan tanda tangannya terhadap hulan asil kesimpulan RDP yang meminta agar Ombusdman menulis surat Presiden Jokowi untuk membatalkan kebijakan Ex-Officio.
Menurut Amzulian, jabatan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam merupakan jabatan yang membutuhkan tenaga professional di bidangnya. Sehingga ketika Kepala atau Anggota BP Batam mencalonakan diri dalam pemilu legislati atau pilkada, maka wajib mengundurkan diri.
"Dengan demikian, BP Batam sejatinya merupakan lembaga yang tidak bercampur dengan jabatan politik," katanya.
Jika diberlakukan kebijakan Ex-Officio, maka Walikota Batam akan menjadi pengguna anggaran (meskipun anggaran pusat), padahal pengguna anggaran bukanlah pejabat yang dihasilkan dari sebuah pemilu atau pilkada.
"Hal ini belum pernah terjadi dan akan menjadi preseden terburuk dalam pengelolaan anggaran negara yang harus dihindari, " katanya.
Ombudsman menilai Walikota Batam lebih tepat menduduki sebagai Anggota Dewan Kawasan, bukan Ex-Officio Kepala BP Batam. Sebab, posisi tersebut lebih penting dan strategis dalam pengawasan BP Batam. Sehingga lebih tepat dalam pola hubungan antara Walikota Batam dan Kepala BP KPBPB Batam.
"Menjadi sebuah kemunduran dalam tata kelola BP Batam yang professional bila kebijakan Walikota Batam sebagai Kepala BP KPBPB Batam dilakukan," katanya.
Seharusnya selama 20 tahun ini, lanjutnya, pemerintah menyusun PP mengenai hubungan kerja antara Pemerintah Kota (Pemko) Batam dengan Otorita Batam atau BP KPBPB Batam saat ini.
"UU No.23 Tahun 2014 hampir 5 tahun juga tidak dibentuk peraturan pemerintah yang mengatur kewenangan daerah (Pemko Batam) dalam kawasan khusus (BP Batam)," katanya.
Dengan demikian, kata Ketua Ombudsman RI ini, pemerintah harus membatalkan rencana penunjukkan Walikota Batam sebagai Ex-Officio Kepala BP Batam.
"Dengan demikian, pemerintah harus membatalkan rencana penunjukkan Walikota Batam sebagai Ex-Officio Kepala BP KPBPB Batam," katanya.
Selanjutnya, Ombusdman berharap pemerintah mengatur pengawasan melekat dari Walikota Batam dn Gubernur Kepulauan Riau sebagai represestasi pemerintah daerah/kewilayahan kepada BP KPBPB Batam dengan memperkuat dan memperjelas peran/posisi Walikota Batam dan Gubernur Kepulauan Riau dalam Dewan Kawasan.
Pemerintah juga segera melakukan harmonisasi peraturan dengan menerbitkan PP yang mengatur hubungan kerja antara Pemko Batam dengan BP KPBPB Batam serta kewenangan Pemko Batam di dalam Daerah Kawasan Khusus sebagaimana amanat UU No.53 Tahun 1999 dan UU No.23 Tahun 2014.
Editor: Surya