BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Masih ingatkah dengan rencana Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk membangun Monumen Bahasa di Pulau Penyengat? Proyek yang digagas Gubernur Kepri kala itu (Alm) HM Sani pada 2014 lalu, kini seakan sunyi dan diam seribu bahasa.
Setelah dinyatakan bermasalah dan sarat korupsi, hingga kini penyelesaian kasus tersebut seakan hilang ditelan bumi. Tak lagi terdengar proses hukum lanjutan mengenai mangkraknya proyek senilai Rp 12,5 miliar itu sejak 2014.
Lalu, bagaimana kondisi proyek yang diharapkan menjadi wujud penghormatan dan penghargaan Pemprov Kepri terhadap jasa Raja Ali Haji sebagai pahlawan nasional di bidang bahasa?
Berdasarkan penulusuran BATAMTODAY.COM, kini kondisi proyek yang rencananya dibangun monumen ini cukup memperihatinkan. Tampak, pondasi seluas kurang lebih 40 Meter persegi ini sudah rusak parah. Besi-besi yang menjadi penyangga pondasi sudah tampak keluar dan berkarat.
Tiang-tiang yang direncanakan menjadi penahan monumen pun sudah tampak tidak utuh lagi. Bahkan, bangunan setengah jadi yang dibangun di atas bukit ini sekitar Balai Adat Pulau Penyengat ini sudah dipenuhi dengan semak belukar.
"Sudah tak terurus lagi. Memang jarang-jarang ada orang yang sengaja ke tempat itu lagi (lokasi monumen bahasa)," ungkap Dicky, salah seorang warga setempat saat ditemui di Pulau Penyengat, Kamis (14/2/2019).
Diceritakannya, sejak pembangunannya dihentikan 2014 lalu, memang tidak ada aktivitas lain di lokasi tersebut.
Namun, pada tahun 2015 lalu, sempat ada lanjutan pembangunan berupa pembangunan pagar di sekeliling bangunan utama yang mangkrak tersebut.
"Tetapi, setelah pengerjaan pagar selesai para pekerja langsung berkemas dan tidak mengerjakan lagi," sebutnya.
Dirinya bahkan mengaku sempat melihat papan pengumuman proyek pekerjaan pagar tersebut, di mana dianggarkan sebesar Rp1 miliar lebih.
"Kami sayangkan saja dengan kondisi bangunan yang terbengkalai itu. Padahal pembangunan itu biaya yang sudah keluar pastinya tidak sedikit," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Kepri, H Nurdin Basirun saat ditemui usai Festival Pulau Penyengat 2019 menyatakan, saat ini pihaknya tidak melanjutkan proyek pembangunan Monumen Bahasa Penyengat.
Hal itu dikarenakan, pasca bermasalahnya proyek tersebut pihaknya masih harus menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Hasil audit BPKP belum keluar saat ini, tentunya kita menunggu sampai hasilnya keluar dulu baru bisa melaksanakan apa yang menjadi petunjulnya," katanya.
Menurut Nurdin, apabila sudah ada petunjuk dari BPKP proyek tersebut apakah bisa dilanjutkan atau tidak? Maka, pihaknya akan mengambil langkah selanjutnya.
Apakah pembangunan monumen itu masih bisa dilanjutkan atau tidak? Dia tidak dapat memastikannya hingga menunggu arahan dan petunjuk BPKP atas hasil audit tersebut.
"Pengajuan audit kita ke BPKP tahun 2018 lalu, kita tunggu saja hasilnya. Sebab, pemerintah tidak bisa melanjutkan suatu pekerjaan bila pekerjaan itu ada masalah sebelumnya," tegasnya.
Pemprov Kepri, lanjut mantan Bupati Karimun ini berkomitmen akan melanjutkan pembangunan monumen bahasa sesuai dengan harapan pemimpin sebelumnya agar di Penyengat ini ada monumen sejarah yang bisa dibanggakan.
"Pembangunan ini kan atas dasar keinginan bersama untuk mengenang lahirnya bahasa pemersatu yakni Bahasa Indonesia. Tentunya harus kita dukung, asalkan semua proses susah sesuai aturan dan tidak ada masalah apapun," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, pada 2013 lalu Gubernur Kepri (Alm) HM Sani berencana membangun Monumen Bahasa di Penyengat.
Monumen ini pun direncanakan dibangun megah. Lengkap dengan gedung yang menjulang keatas setinggi 62 Meter dengan luas lahan 40 Meter persegi serta akan dihiasi dengan taman bermotif huruf Arab 'Ya'.
Gubernur berjuluk si Untung Sabut ini juga berharap dengan dibangunnya monumen itu dapat menanamkan nilai-nilai kesadaran sejarah kepada generasi masa kini dan masa yang akan datang, khususnya tentang asal dan arti Bahasa Melayu yang dipakai di Kepulauan Riau dan Lingga, serta bahasa pemersatu yang digunakan saat ini.
Pengerjaan Proyek Monumen Bahasa Bermasalah
Setelah peletakan batu pertama pada Agustus 2013 lalu, pembangunan tahap pertama pun digesa. Pada tahapan pertama ini dialokasikan dana sebesar Rp4 miliar untuk pekerjaan pemotongan lahan yang dilanjutkan dengan pengerjaan struktur basement 1 dan 2.
Sementara tahun, 2014 proyek tersebut lalu dilanjutkan dengan alokasi anggaran sebesar Rp12,5 miliar. Namun, dalam perjalannya proyek tersebut pun bermasalah. Alhasil, proyek tersebut terlantar.
Kepala Dinas Kebudayaan Kepri yang kala itu masih dijabat oleh Arifin Nasir (sekarang pensiun) menyatakan telah memutuskan kontrak dengan kontraktor. Karena, progres pembangunannya tidak sesuai dengan termin yang diajukan.
Meski pembangunannya sudah mencapai beberapa persen, namun Dinas Kebudayaan menyatakan tidak akan melakukan pembayaran proyek karena progres dinyatakan tidak bisa diterima lantaran mutu dan kekuatan konstruksi tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak.
"Karena tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak pekerjaan, maka pelaksanaan proyek yang dilakukan PT Sumber Tenaga Baru (STB) tidak dapat dihargai dan progresnya nol persen. Karena itu Dinas Kebudayaan tidak akan melakukan pembayaran," tegas Arifin Nasir, Selasa (6/1/2014) lalu.
Padahal, sebelumnya, lanjut Arifin, pihaknya juga telah memberlakukan pemutusan kontrak kerja pada 12 November 2014 yang diiringi dengan sanksi, penarikan jaminan uang muka serta jaminan pekerjaan pada asuransi PT Harta Aman Pratama sebesar Rp2,5 miliar.
"Demikian juga uang jaminan pelaksanaan Rp600 juta akan disita dan disetorkan ke kas daerah," terang Arifin.
Kasus ini pun menarik perhatian Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri. Kejati mengatakan akan melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi proyek monumen bahasa di Dinas Kebudayaan Provinsi Kepri di Penyengat.
Selain mengumpulkan alat bukti, tim penyidik Kejati juga memanggil mantan Kepala Dinas Kebudayaan Kepri Arifin Nasir, kontraktor pelaksana serta saksi lain dugaan korupsi uang muka 20 persen atau Rp2,5 miliar dari proyek APBD tahun 2014 bernilai Rp12,5 miliar tersebut.
Namun, sayangnya hingga kini kasus itu tidak kunjung menemukan kejelasan. Alih-alih mengungkap adanya tersangka dalam kasus tersebut. Hingga kini, kasus dugaan korupsi monumen Bahasa Penyengat masih mengendap dan seakan hilang ditelan bumi.
Editor: Gokli