BATAMTODAY.COM, Batam - Duplik atau jawaban atas replik penuntut umum yang dibacakan Manuel P Tampubolon, penasehat hukum (PH) terdakwa Erlina --mantan Direktur Utama BPR Agra Dhana-- di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Senin (19/11/2018), membuat pengunjung sidang tercengang. Sebab, UU Perbankan yang didakwakan dan dituntut kepada Erlina tak sesuai dengan fakta.
Disampaikan Manuel, berdasarkan surat panggilan nomor:SP.Gil/671/XI/2016/Reskrim tertanggal 30 November 2016 menyatakan terdakwa Erlina dipanggil untuk datang ke Polresta Barelang sebagai tersangka penggelapan dalam jabatan, sebagaimana dimaksud pasal 374 jo 372 KUHPidana.
Sementara jaksa dalam surat dakwaannya menyertakan UU Perbankan nomor 10 tahun 1998, yang kemudian dijadikan dasar menuntut terdakwa selama 7 tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Lainnya, sambung Manuel, ahli dari OJK Perwakilan Kepri yang dipanggil penyidik untuk dimintai keterangan juga atas perkara penggelapan dalam jabatan, bukan UU Perbankan yang juga sesuai dengan surat tugas ahli, Mohammad Rizky, S.Kom yang ditunjuk Direktur Litigasi dan Bantuan Hukum mewakili Dewan Komisioner OJK dengan nomor surat S-31/MS.513/2018 tertanggal 20 Februari 2018, penunjukkan untuk memberikan keterangan sebagai ahli dalam dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan.
"Jika jaksa dan penyidik berambisi mengembangkan perkara menjadi tindak pidana khusus, sudah seharusnya saksi pelapor yang kabur Bambang Herianto disuruh membuat laporan baru tindak pidana perbankan. Bukan ditimpakan pada laporan tindak pidana umum," tukas Manuel.
Mengenai pernyataan penuntut umum dalam replik yang menyebutkan kompetensi absolut yang dimiliki akuntan publik dan/atau kantor akuntan publik yang terdaftar di Bank Indonesia tidak berkaitan dengan perkara terdakwa, merupakan pernyataan ketidakpahaman penuntut umum akan UU Perbankan.
"Hal ini juga menunjukkan penuntut umum tidak memahami antara bukti setoran yang divalidasi bank dan yang tidak divalidasi bank," ujarnya.
Ironisnya lagi, dalam duplik itu terungkap bahwa barang bukti yang digunakan jaksa dalam menuntut Erlina dengan UU Perbankan hanya bukti setoran dan dua buah buku rekening tabungan. Selain bukti setoran tak divalidasi bank, buku rekening terdakwa juga ternyata disita dari orang lain, bukan dari Erlina.
"Buku tabungan terdakwa disita dari saksi Beny, bukan dari terdakwa. Bagaimana mungkin itu disebut penyitaan yang sah secara hukum," ungkap Manuel.
Mengenai tidak adanya saksi meringankan yang disorot jaksa dalam repliknya, Manuel menyampaikan justru saksi dan ahli yang dihadirkan jaksa, yakni Afif Alfaris dan Mohammad Rizky, yang meringankan terdakwa. Sebab, baik saksi dan ahli merupakan orang yang mengikuti pertemuan terdakwa dengan OJK Perwakilan Kerpi untuk mengklarifikasi dan mengkonfirmasi hasil laporan pemeriksaan khusus OJK terhadap BPR Agra Dhana.
"Risalah rapat antara terdakwa dengan OJK yang dibacakan saksi Afif Alfarisi di persidangan telah membuktikan bahwa dakwaan pertama jaksa penuntut umum mengenai pidana UU Perbankan tidak terbukti," jelasnya.
Tak lupa, Manuel juga menyoal mengenai pernyataan jaksa dalam replik yang menyebutkan alasan memenjarakan terdakwa 'karena adanya itikad baik' menyelesaikan masalah tersebut.
"Jika itikad baik menyelesaikan masah dapat dijadikan dasar memenjarakan seseorang, maka benar-benar sungguh mengerikan prinsip hidup jaksa penuntut umum itu," ungkap Manuel.
Diakhir duplik, Manuel meminta majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara tersebut menolak surat tuntutan jaksa dan mengabulkan pledoi terdakwa. "Dan apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," tutupnya.
Editor: Dardani