logo batamtoday
Selasa, 05 November 2024
BANK BRI


Erlina Dituntut 7 Tahun Penjara
Abaikan Fakta Persidangan, Jaksa Tuntut Terdakwa Penggelapan dengan UU Perbankan
Selasa, 06-11-2018 | 19:40 WIB | Penulis: Gokli
 
Terdakwa Erlina, mantan Direktur Utama BPR Agra Dhana saat mendegar pembacaan surat tuntutan di PN Batam, Selasa (6/11/2018). (Foto: Gokli)  

BATAMTODAY.COM, Batam - Jaksa penuntut umum dengan segala kewenangannya akhirnya menuntut Erlina, mantan Direktur BPR Agra Dhana yang didakwa melakukan penggelapan, dengan UU Perbankan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Selasa (6/11/2018) sore.

Surat tuntutan yang dibacakan jaksa Samsul Sitinjak terhadap Erlina, menyatakan bahwa terdakwa terbukti melanggar pasal 49 ayat (1) UU nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Padahal, perkara yang didakwaan kepada Erlina dengan nomor 612/Pid.B/2018/PN Btm, diklasifikasikan sebagai penggelapan.

"Menuntut agar terdakwa Erlina dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp10 miliar, subsider 6 bulan kurungan, serta dipotong selama berada dalam masa tahanan," kata Samsul, membacakan surat tuntutan.

Dalam pertimbangannya, jaksa meyakini semua keterangan saksi memenuhi unsur dalam pasal 49 ayat (1) UU Perbankan. Padahal, fakta persidangan tidaklah demikian.

Misalnya saja, mengenai keterangan saksi Beny. Dalam surat tuntutan disebut saksi sudah menjadi Direktur BPR Agra Dhana sejak 11 Desember 2012 sesuai dengan akta nomor 115 tentang Risalah Rapat Perseroan Terbatas PT BPR Agra Dhana.

Padahal dalam persidangan, saksi Beny mengaku baru bekerja di BPR Agra Dhana sejak tahun 2014. Pun, saat itu, Beny bukanlah direktur, melainkan Manager Marketing.

Hal yang sama juga terjadi pada saksi-saksi lainnya, di mana Komisaris BPR Agra Dhana, Jerry Diamon dalam persidangan memastikan tidak ada audit keuangan, audit keuangan oleh akuntan publik, audit keuangan internal dan tracing matrix, yang dijadikan barang bukti untuk memenjarakan Erlina.

Menurut Jerry Diamon, saat itu, BPR Agra Dhana melalui saksi Bambang Herianto, melaporkan Erlina ke Polisi hanya berdasarkan buku rekening, slip setoran dan penarikan. Di mana, hal itu didasari pemeriksaan internal.

Tak hanya itu, saksi Beny yang disebut dalam surat dakwaan melakukan audit keuangan BPR Agra Dhana juga membantah hal tersebut. Dan memang, barang bukti audit keuangan itu tak pernah muncul di persidangan sebagai barang bukti yang disita jaksa.

Demikian juga dengan Mohammad Rizky, pegawai OJK Perwakilan Kepri yang dihadirkan jaksa sebagai ahli perbankan. Padahal, dalam BAP, Mohammad Rizky memberikan keterangan kepada penyidik sebagai ahli dalam perkara penggelapan dalam jabatan, sesuai dengan surat nomor S-31/MS.513/2018 tanggal 20 Februari 2018 dari Direktur Litigasi dan Bantuan Hukum mewakili Dewan Komisioner OJK.

Ironisnya lagi, sampai surat tuntutan dibacakan saksi pelapor Bambang Herianto tak bisa dihadirkan jaksa ke persidangan.

Terhadap tuntutan tersebut, penasehat hukum (PH) terdakwa, Manuel P Tampubolon menyampaikan akan mengajukan nota pembelaan (pledoi). Mereka, diberi waktu satu pekan untuk menyiapkan pembelaan oleh majelis hakim, Mangapul Manalu, Jasael dan Rozza.

Usai persidangan, Manuel menyampaikan, sesuai dengan tuntutan jaksa, pihaknya juga akan melakukan perlawanan hukum menggunakan UU nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Di mana, kata dia, dalam pasal 40, 42 dan khususnya pasal 47 dimungkinkan untuk mempidanakan pihak-pihak yang membuka kerahasian tabungan nasabah Bank tanpa adanya surat izin tertulis dari Bank Indonesia.

"Dalam pasal 47 itu ada acaman pidana bagi siapa saja yang membeberkan kerahasian tabungan nasabah Bank tanpa izin tertulis dari BI. Selama persidangan, surat izin tertulis dari BI itu tidak pernah ada," kata dia.

Masih kata Manuel, tuntutan jaksa terhadap Erlina, tidak lagi mengacu pada fakta persidangan, terlihat jelas dari fakta-fakta yang diurai dalam surat tuntutan. Bahkan, risalah rapat pertemuan terdakwa dengan OJK juga tak dipetimbangan.

"Harusnya kan OJK yang lebih berhak menyatakan pidana perbankan. Dalam risalah rapat atara terdakw dengan OJK malah tidak ada disinggung pidana perbankan, yang ada dugaan pemerasan oleh BPR Agra Dhana terhadap Erlina. Loh, sekarang jaksa malah menyatakan pidana perbankan, dari mana jalannya, fakta sidang juga tidak demikian," ungkapnya.

Pun demikian, Manuel tetap berkeyakinan bahwa keadilan itu masih ada, meski butuh waktu untuk mendapatkannya. "Jaksa harusnya menuntut sesuai fakta sidang, bukan karena ada unsur-unsur lainnya," tutupnya.

Editor: Dardani

Berita lainnya :
 
 

facebook   twitter   rss   google plus
:: Versi Desktop ::
© 2024 BATAMTODAY.COM All Right Reserved
powered by: 2digit