BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Rektor Universitas Maritim Ali Haji (UMRAH), Prof DR Syafsir Akhlus, mengaku tidak mengetahui dan tidak memahami Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa untuk sarana prasarana (sarpras) Program Integrasi Sistem Akademi dan Administrasi.
Hal itu terungkap saat persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi Prof DR Syafsir Akhlus selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk keempat terdakwa di Pengadilan Negeri tindak pidana korupsi Tanjungpinang, Rabu (20/2/2018) malam.
Dalam persidangan yang berlangsung hingga pukul 22.00 Wib malam itu, Syafsir Akhlus mengaku tidak tahu apa itu Perpres nomor 54 tahun 2010. Padahal sebagai KPA saksi ini sejatinya mengatahui peraturan tersebut.
"Tahun 2015 diangkat sebagai KPA. Saya pernah menjabat KPA juga di UMRAH sebelumnya. Perpres nomor 54 tahun 2010 saya tidak tahu, dan saya tahu dan baca setelah penyelidikan di kepolisian," ujarnya.
Syafsir mengatakan, dalam penunjukan terdakwa Hery Suryadi menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek ini, mengaku hanya mengetahui bahwa terdakwa ini memiliki sertifikasi keahlian. Sehingga ditunjuk oleh PPK. Hanya saja saksi tidak pernah melihat sertifikat keahlian terdakwa tersebut.
"Untuk fakta integritas tidak pernah dilakukan terhadap PPK, karena saya tidak tau, waktu itu dapat referensi dari Rektor UNRI. Jika di Perpres ada, saya tidak paham dengan Perpres itu, sepanjang yang saya ketahui tidak ada," katanya nada datar.
Mendengar itu, Majelis Hakim Anggota, Yon Efri, merasa kecewa atas jawaban saksi yang diketahui adalah seorang Profesor dan Rektor di UMRAH, serta merangkap jabatan sebagai KPA yang telah terlebih dahulu diangkat sumpah oleh Kementerian Pendidikan. Sehingga pengaturan anggotanya seperti PPK dan lain sebagainya menjadi pertanyaan besar.
"Kecewa saya Prof dengan jawaban tidak tahu Perpres 54 tahun 2010. Ini yang digunakan uang negara dan jumlahnya tidak sedikit, ratusan milliar," ucap Hakim.
Selain itu, saat Hakim mempertanyakan bentuk laporan PPK kepadanya, Akhlus mengatakan bahwa terdakwa memberikannya secara lisan. Namun ada juga yang disertai dokumen.
Lagi-lagi mendengar jawaban itu Hakim geram, pasalnya bagaimana cara saksi mengevaluasi kinerja bawahannya, jika laporan yang diberikan oleh terdakwa berbentuk lisan.
"Saya tahunya jika proses tahapan-tahapan, selesai dan masuk ke proses tahapan selanjutnya. Artinya tidak ada kesulitan dan lancar-lancar saja. Saya juga sudah bertanya kepada terdakwa bagaimana proses laporan, ada kesulitan atau ada keterlambatan, dan PPK jawab itu bisa diatasi," ungkap Akhlus.
Selanjutnya, Akhlus mengatakan masalah Harga Perkiraan Sementara (HPS), laporannya sudah tersusun dan sudah siap dimasukkan ke proses pelelangan, dan menurut terdakwa itu sudah sesuai. Karena saksi tidak tahu membuat HPS.
Saya terus terang tidak tahu bagaimana menyusun HPS," ucapnya.
Bahkan menurutnya, terdakwa tidak memberitahu siapa yang membuat HPS. Namun yang dijelaskan terdakwa kepada saksi, HPS itu telah sesuai melalui proses dan sesuai prosedur. Saksi juga tidak mengetahui kalau yang membuat proposal HPS itu adalah Saksi Andrew.
Editor: Udin