BATAMTODAY.COM, Batam - Sebanyak lima kasus temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kepulauan Riau, dijelaskan oleh Kepala Perwakilan BPK Kepri, Joko Agus Setyono, dalam Workshop Media yang dilaksanakan di Gedung BPK Kepri.
Adanya lima temuan penyelewengan dan ini sendiri, merupakan temuan tahun 2016 yang juga telah dilaporkan ke Wali Kota Batam.
"Adanya beberapa temuan yang didapat ini juga beragam, mulai dari yang menimbulkan kerugian daerah sebesar Rp40 juta, hingga pembayaran hutang fiktif yang dilakukan oleh management rumah sakit," ujarnya, Selasa (19/12/2017).
Temuan signifikan pertama yang dijelaskan ialah realisasi belanja pihak ketiga, yang pembayarannya dilakukan secara fiktif. Di mana pada tahun 2016, terdapat pencatatan transaksi pembayaran kepada pihak ketiga (KKP KJA FET), atas kegiatan pendamping penyusunan laporan keuangan tahun anggaran 2016, pada RSUD Embung Fatimah sebesar Rp40 juta yang tidak ada kegiatannya (fiktif).
"Kita mendapati fakta bahwa pihak ketiga yang disebutkan, membantah adanya perikatan dan mengatakan bahwa mereka tidak pernah menerima uang sebesar Rp40 juta, yang disebutkan oleh pihak Rumah Sakit," jelasnya.
Temuan kedua ialah pengadaan atas belanja alat tulis dan bahan cetakan habis pakai tidak sesuai ketentuan. Di mana pada tahun 2016, pihak RSUD melakukan dua kali pembelian barang di tanggal 28 April 2016 kepada CV EM sebesar Rp14,4 juta. Kemudian tanggal 3 November 2016, kembali melakukan pembelian sebesar Rp17,7 juta yang hasil pengadaannya tidak tercatat di gudang RSUD Embung Fatimah.
"Masih pembelian di CV yang sama tanggal 9 September 2016 sebesar Rp24,436 juta, yang juga tidak tercatat di gudang. Tetapi hasil konfirmasi petugas gudang, tercatat ada pengiriman barang dari toko RK yang rinciannya sama dengan faktur dari CV EM."
"Kami konfirmasi kembali ke toko RK, mereka membenarkan adanya transaksi tanggal 8 September 2016 dengan total Rp16,28 juta. Tetapi ini kembali tidak tercatat di bendahara, bahkan kami juga mengetahui bahwa CV EM adalah milik saudari DSW yang merupakan pembantu bendahara pengeluaran BLUD Tahun Anggaran 2016," lanjutnya.
Kemudian pihak BPK Kepri juga menemukan transaksi pengadaan pada tanggal 4 Oktober 2016, pembelian kepada CV EM sebesar Rp 24 juta.
Temuan ketiga adalah pengadaan fiktif atas belanja barang habis pakai minimal sebesar Rp 640.089.950 juta. Adanya pembelian ini terjadi tiga kali pada tahun 2016 dan tahun 2017, di mana pertama pengadaan fiktif PT EIP sebesar Rp445,26 juta, kemudian pengaadaan fiktif PT TMI sebesar Rp92,28 juta, dan pengadaan fiktif PT PRS sebesar Rp53,54 juta.
"Di sini kami kembali menemukan peran dari saudari DSW yang juga merupakan Subbag Bendahara, yang juga meminta kepada tiga rekanan tersebut untuk membuat faktur baru dan kuitansi, dengan alasan keuangan RSUD tidak mencukupi untuk membayar tagihan sekaligus. Namun faktur dan kuitansi tersebut, digunakan saudari DSW dan PPTK BLUD untuk menarik uang kas BLUD, seolah-olah telah terjadi transaksi pengadaan kepada tiga perusahaan tersebut," paparnya.
Temuan keempat ialah pembayaran fiktif atas utang belanja RSUD Embung Fatimah tahun anggaran 2016. Tetapi hal ini dilakukan pada tahun 2017, di mana pihak rumah sakit melakukan pembayaran hutang kepada PT TMO sebesar Rp420 juta.
"Dari hasi konfirmasi PT TMO hanya menerima pembayaran sebesar Rp101 juta, sehingga terdapat pembayaran fiktif sebesar Rp319 juta lagi. Menurut pengakuan bendahara BLUD rumah sakit, uang tersebut terpakai menutupi sisa kas BLUD yang dipinjam oleh beberapa pihak," tuturnya.
Temuan selanjutnya ialah pengelolaan kewajiban jangka pendek RSUD Embung Fatimah yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pada hal ini BPK Kepri menemukan berbagai pada tahun 2017, untuk pembayaran hutang di tahun anggaran 2016.
"Di tahun ini saja kami temukan pembayaran sebesar Rp3,54 miliar utang RSUD, yang tidak tercatat pada neraca Pemko Batam per 31 Desember 2016. Juga terdapat tagihan hutang pihak ketiga sebesar Rp261,52 juta yang kembali tidak tercatat," jelasnya.
Bahkan dari rangkaian temuan BPK Kepri ini, mereka juga menemukan adanya hutang kepada pegawai RSUD Embung Fatimah yang belum terbayarkan sebesar Rp8,64 miliar.
Editor: Gokli