BATAMTODAY.COM, Jakarta - Indonesia menegaskan komitmennya dalam mengelola laut secara berkelanjutan melalui lima program prioritas Ekonomi Biru yang diusung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam dua forum internasional bergengsi, yakni Our Ocean Conference (OOC) ke-10 dan Asia-Pacific Economic Cooperation Ocean-Related Ministerial Meeting (AOMM-5), yang berlangsung di Busan, Korea Selatan, akhir April hingga awal Mei 2024.
Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut KKP, Kartika Listriana, menyampaikan Indonesia menekankan pentingnya penataan ruang laut sebagai landasan pemanfaatan wilayah pesisir dan laut. Dalam sesi di OOC yang digelar pada 28-30 April, Kartika menyoroti peran regulasi zonasi seperti Rencana Zonasi Antar Daerah (RZAD), Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional (RZKSN), dan Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu (RZKSNT).
"Penataan ruang laut adalah dasar dari seluruh pemanfaatan ruang yang ada di wilayah pesisir dan laut agar tercipta keselarasan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian ekosistem pesisir dan laut," ujar Kartika dalam konferensi pers di Media Center KKP, Jakarta, Rabu (7/5/2025) lalu.
Ia menambahkan penataan ruang laut berkelanjutan menjadi kunci dalam menjaga ketahanan laut, kelestarian lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. "Integrasi tata ruang laut sangat penting untuk memastikan pemanfaatan laut dilakukan secara bertanggung jawab, berkelanjutan, dan berkeadilan bagi seluruh pihak, termasuk masyarakat pesisir dan generasi mendatang," tegasnya.
Selain penataan ruang, Indonesia juga memaparkan lima inisiatif lainnya, termasuk penguatan pengelolaan karbon biru dengan menghitung cepat nilai karbon lamun di 20 kawasan konservasi, pengembangan basis data Blue Carbon Network, serta formulasi kebijakan dan pedoman pengelolaan karbon biru.
Dalam kerangka konservasi laut, KKP menargetkan penetapan 200.000 hektare kawasan konservasi baru serta peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi laut rata-rata sebesar 5 persen dari capaian tahun sebelumnya. Kartika juga menyampaikan bahwa Indonesia telah memulai proyek percontohan Kampung Budidaya Rumput Laut di Wakatobi yang akan diperluas ke Maluku dan Rote Ndao.
"Selain itu, pembangunan sistem pemantauan laut (ocean monitoring system) dan pengembangan 15 kawasan konservasi baru akan terus dilakukan hingga 2027," imbuh Kartika.
Sementara itu, dalam forum AOMM-5 APEC yang digelar 30 April-1 Mei, Indonesia kembali menegaskan pentingnya kolaborasi regional dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, pencemaran laut, dan praktik penangkapan ikan ilegal.
Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut, Hendra Yusran Siry, menyatakan bahwa implementasi ekonomi biru di Indonesia mengedepankan kolaborasi lintas sektor dan prinsip inklusivitas. "Kami mendorong kerja sama regional yang kuat, responsif dan inklusif dalam mengatasi permasalahan seperti perubahan iklim, polusi laut, dan IUU Fishing," ujarnya.
Hendra menambahkan, Indonesia juga mengutamakan pendekatan berbasis kearifan lokal, pemberdayaan perikanan skala kecil, pengarusutamaan gender, serta partisipasi aktif masyarakat dan penyuluh dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
Our Ocean Conference merupakan forum global yang mempertemukan pemerintah, akademisi, organisasi internasional, swasta, dan masyarakat sipil guna mendorong aksi nyata terhadap isu kelautan global. Adapun APEC merupakan forum kerja sama ekonomi kawasan Asia-Pasifik yang kali ini menghasilkan Chair Statement dan Peta Jalan Peningkatan Ketahanan Laut APEC sebagai bentuk komitmen bersama memperkuat ketahanan dan manajemen risiko kelautan.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, sebelumnya menegaskan bahwa penataan ruang laut adalah instrumen vital untuk menjaga keberlanjutan ekosistem, kesejahteraan sosial, dan pembangunan ekonomi nasional.
Editor: Gokli