BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kurikulum terapi untuk anak berkebutuhan khusus seharusnya juga diketahui oleh orang tua, pengasuh, dan pihak-pihak yang terlibat langsung dengan, seperti guru. Penanganan anak berkebutuhan khusus harus dilakukan secara holistik dan pihak-pihak yang terkait dengan anak.

"Penanganan anak spesial oleh semua pihak yang terlibat dengan anak. Karena itu, semua seharusnya mengetahui kurikulum yang diajarkan kepada anak," kata dr Tri Gunadi AMd OT SPsi, pakar tumbuh kembang anak, kepada BATAMTODAY.COM.

Menurutnya, jika kurikulum itu hanya diketahui oleh terapis, capaian dari penanganan anak akan lamban, bahkan cenderung 'bertabrakan' antara di klinik terapi dan di rumah atau di sekolah. Jika di klinik diajarkan "A", bisa jadi di rumah atau di sekolah malah diajarkan "B", yang terkadang saling kontradiksi.

"Terapis, orang tua maupun guru, harus sejalan. Ibarat rel kereta api, penanganannya juga harus berbarengan sehingga masing-masing tahu batas-batas kemampuan yang sudah dan belum dicapai anak," kata Tri Gunadi yang juga Direktur Klinik Yamet ini.

Dia tak menampik, sejumlah klinik terapi menganggap kurikulum penanganan untuk anak spesial sebagai sesuatu yang rahasia.

"Orang tua ataupun guru bahkan pengasuh pun seharusnya diberikan kurikulum tersebut. Sehingga, penanganannya lebih progresif dan tak berulang-ulang. Malah sudah bisa diajarkan di klinik terapi, tetapi karena keliru yang diajarkan di tempat lain, kemampuan yang sudah diajarkan malah hilang," terang Gunadi.

Selain itu, orang tua juga harus secara rutin menerima laporan perkembangan dari setiap capaian dari kemampuan-kemampuan yang diajarkan di klinik terapi. "Jangan sampai anak sudah berbulan-bulan diterapi, tapi orang tua nggak tahu apa yang diajarkan," terangnya. (*)

Editor: Redaksi