logo batamtoday
Jum'at, 29 Maret 2024
JNE EXPRESS


Saat Nyawa Nelayan di Perbatasan Terancam Lagi
Selasa, 10-03-2015 | 08:55 WIB | Penulis: Saibansah Dardani
 
Ilustrasi.  

Usai sudah eforia penenggelaman kapal-kapal asing pencuri ikan di perairan Anambas dan Batam. Kini saatnya, pemerintah mengerahkan kekuatannya untuk menjaga nyawa nelayan kita.
 

NYAWA nelayan tradisional kita terancam! Siapa yang peduli nyawa nelayan di perairan Anambas? Siapa pula yang peduli dengan nasib nelayan tradisional di perairan Natuna. Sudah pasti, pemerintah. Itu juga kalau pemerintah "masih" ada! Kalau keberadaan pemerintah hanya ada di Jakarta saja, buat apa!
 
Untuk itulah, kisah pilu ini ditulis. Kisah tentang nasib nelayan tradisional di Kabupaten Anambas Provinsi Kepri yang senantiasa terancam ditabrak dan ditenggelamkan oleh kapal-kapal asing pencuri ikan. Hari ini, mereka sudah berani beroperasi mencuri ikan di radius 5 mil dari pulau terdekat. Mereka bebas, sebebas-bebasnya melakukan aksinya itu. Bahkan, mereka juga berani meneror kapal-kapal nelayan kita dengan cara menabrakkan kapal mereka.
 
Kalaulah nelayan tradisional kita tidak menghindari benturan kapal jahanam itu, sudah pasti kapal-kapal kayu milik nelayan kita yang tidak dilengkapi dengan GPS dan peralatan modern lain itu, bakal menjadi rumpon ikan di dasar laut. Untungnya, nelayan tradisional kita juga gesit menghindar dan menyelamatkan diri. Tentu saja, dengan menggunakan jurus "langkah seribu", lari! Lalu, di mana pemerintah pada saat itu?
 
Sayang, saat ini Menteri Kelautan Susi sedang digoyang gelombang aksi demo nelayan Pantura. Bahkan, orang nomor satu di republik ini, Jokowi, juga tak kalah pusing lagi. Pusing dengan berbagai masalah yang tak kunjung selesai. Mulai dari masalah beras, gas, pajak jalan tol, terorisme, kriminalisasi, Sarpin effect, drama Ahok-Lulung…dan seterusnya.
 
 Lebih pusing lagi, laporan dari nelayan tradisional itu tidak pada kesempatan pertama kejadian ancaman. Bagaimana mereka mau melaporkan pada kesempatan pertama, kalau alat komunikasi saja tidak ada. Apalagi GPS yang menentukan titik koordinat tempat kejadian perkara. Maka, lengkaplah sudah kisah pilu para nelayan tradional di perairan Anambas itu.
 
Jika melihat kenyataan tersebut, seharusnya Jakarta lebih membuka mata dan telinga. Cukuplah mempertontonkan "sirkus" poltik yang tidak lucu itu di layar tivi, di koran, di radio dan di dunia maya. Stop, hentikan! Saatnya, anggaran triliunan rupiah itu untuk menjaga kedaulatan perbatasan negara. Karena akan ada potensi triliunan rupiah juga yang keluar dari perut laut yang dijaga dengan senjata itu. Kalau bukan tentara kita yang gagah itu yang menjaga perbatasan laut kita, lalu siapa lagi yang kita harapkan?
 
Mengapa kapal-kapal jahanam pencuri ikan itu kembali beroperasi? Ya apa lagi jawabnya kalau bukan karena laut kita bak rumah kosong. Siapa yang melarang maling masuk ke rumah kosong? Kalau hanya kapal-kapal kayu milik nelayan tradisional, siapa takut. Tapi coba kalau yang berkeliaran di perairan Anambas itu adalah kapal-kapal KRI lengkap dengan Marinir menggendong senjata, masih beranikah mereka?
 
Masalahnya sekarang adalah, masih adakah perhatian itu dari pemerintah saat ini? Saat di mana semua konsentrasi para penguasa itu diarahkan untuk satu tujuan yang sama, melanggengkan kekuasaan. Tahun 2015 ini adalah tahun politik, tahun di mana konsentrasi daya dan dana lebih diarahkan pada kegiatan-kegiatan perlombaan menarik simpati. Apakah ini berarti, para nelayan tradisional di seluruh perairan Anambas harus berjuang sendiri menghadapi ancaman terror tersebut? Entahlah. Semoga saja "masih" ada pemerintah di negeri ini. *

Saibansah Dardani, Redaktur Senior BATAMTODAY.COM dan Sekretaris PWI Kepri

KPU BATAM

KPU BATAM

Berita lainnya :
 
 

facebook   twitter   rss   google plus
:: Versi Desktop ::
© 2024 BATAMTODAY.COM All Right Reserved
powered by: 2digit