logo batamtoday
Sabtu, 20 April 2024
JNE EXPRESS


Daya Tahan Indonesia di Tengah Gejolak Ekonomi Global
Sabtu, 13-04-2019 | 19:16 WIB | Penulis: Redaksi
 
Ilustrasi ekonomi Indonesia. (Foto: Ist)  

Oleh Hasan Zebua

NEGARA Indonesia telah berhasil bertahan di tengah gejolak ekonomi global yang besar berkat fundamental ekonomi makro yang kokoh dan koordinasi kebijakan yang kuat, menurut laporan triwulanan perekonomian Indonesia edisi Desember 2018 yang dirilis oleh Bank Dunia Februari 2019 lalu.

Dengan kebijakan moneter dan fiskal yang dapat menjaga stabilitas ekonomi makro, ekonomi Indonesia tumbuh dengan kuat sebesar 5,2 persen pada kuartal ketiga, masih lebih tinggi dari beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Singapura. Pertumbuhan investasi tetap menjadi pendorong utama ekonomi, dengan investasi konstruksi menguat dibanding kuartal sebelumnya.

Pertumbuhan PDB riil tahunan diproyeksikan menjadi 5,2 persen untuk 2018 dan 2019, sedikit lebih tinggi dari tahun 2017. Permintaan domestik yang lebih kuat masih didominasi oleh investasi, dan diperkirakan akan lebih besar daripada hambatan pada sektor eksternal, di tengah melambatnya pertumbuhan global dan berlanjutnya ketidakpastian kebijakan perdagangan global.

Dengan capaian tersebut tentu menandakan bahwa Indonesia memiliki perekonomian yang cukup stabil sehingga memiliki ketahanan terhadap tekanan ekonomi global. Di samping juga langkah kebijakan oleh pemerintahan Presiden Jokowi yang bisa dikatakan tepat.

Tentu masyarakat harus mulai menyaring informasi terkait perekonomian Indonesia, agar tidak mudah digiring dalam opini yang menyesatkan. Mengingat merebaknya kabar yang cenderung hoax untuk kepentingan politik dalam menyudutkan pemerintah. Berdasarkan rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) angka tahun 2018 masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 yang sebesar 5,07 persen.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, capaian angka pertumbuhan kali ini patut disyukuri di tengah tantangan global yang cukup berat. Pihaknya juga mengatakan bahwa ekonomi Indonesia ressilience alias memiliki ketahanan.

"Ekonomi kita mampu. Bukan sekedar bertahan, namun mampu tumbuh. Pelan-pelan naik. Naik nggak banyak, tapi konsisten (naik)," ujar Darmin.

Dirinya juga menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomu Indonesia juga dipengaruhi oleh komposisi belanja pemerintah selama 5 tahun terakhir. Sementara untuk 2019 ini, Darmin mengaku optimis bahwa ekonomi Indonesia masih punya cukup ruang untuk tumbuh lebih tinggi.

Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu bahkan yakin capaian angka pertumbuhan ekonomi kuartal pertama akan lebih tinggi dibanding tahun 2018 lalu. Hal tersebut didorong oleh membaiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang bergerak ke level Rp 13.000-an.

Penguatan ekonomi Indonesia juga tercermin dari inflasi yang rendah sekitar 3,2 persen pada tahun 2018 dan terkendali sesuai dengan sasaran 3,5 plus minus 1 persen pada 2019 sehingga mendukung daya beli masyarakat. Pada kesempatan yang lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan apa yang pihaknya bersama kementerian/lembaga terkait apa yang dilakukan untuk menjaga ketahanan ekonomi Indonesia di tengah gejolak global yang menimbulkan ketidakpastian dalam beberapa waktu ke depan.

Ada fokus tertentu yang jadi perhatian bersama untuk membuat Indonesia tahan terhadap dinamika global namun tetap bisa memacu pertumbuhan ekonomi.

"Jadi yang akan mendapat tekanan paling besar dari gejolak global ini adalah investasi, karena akan dapat tekanan suku bunga naik, tekanan bahan baku dan barang modal yang diimpor meningkat," ujar Sri Mulyani.

Di satu sisi, pemerintah punya misi meningkatkan investasi dengan stimulus dari berbagai bentuk insentif yang diramu oleh pemerintah. Tetapi, pemerintah juga berkepentingan untuk menjaga defisit transaksi berjalan dengan mengendalikan atau mengurangi impor agar target pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa tercapai.

"Kalau investasi yang sekarang sudah tumbuh mendekati 8 persen, kami berharap untuk tetap terjaga momentumya mendekati 8 atau di atas 8 persen. Caranya bagaimana? Walaupun suku bunganya naik, BI melakukan relaksasi," terang Sri Mulyani.

Tujuan dari relaksasi adalah untuk mendongkrak permintaan kredit sekaligus mengkompensasi kenaikan suku bunga. Bank Indonesia sebelumnya menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Repo Rate 50 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen.

Meski perekonomian global bergejolak, Indonesia tak kurang akal dalam menyusun berbagai strategi lintas sektoral untuk mempertahankan kekuatan perekonomian Indonesia, tentu semangat optimisme harus terus dibangun demi mewujudkan ekonomi nasional yang kuat.*

Penulis adalah Pengamat Masalah Ekonomi

Ucapan Idul Fitri

Berita lainnya :
 
 

facebook   twitter   rss   google plus
:: Versi Desktop ::
© 2024 BATAMTODAY.COM All Right Reserved
powered by: 2digit