logo batamtoday
Jum'at, 29 Maret 2024
JNE EXPRESS


Kampus dan Radikalisme
Rabu, 13-06-2018 | 11:16 WIB | Penulis: Redaksi
 
Ilustrasi kampus. (Foto: Ist)  

Oleh Sulaiman Rahmat

BELUM lama ini, terjadi sebuah penggerebekan terkait teroris di Universitas Riau. Tertangkapnya terduga teroris beserta barang bukti yakni granat tangan, bahan peledak serta bom pipa siap ledak sangat menggegerkan publik. Apalagi anggota polisi diterjunkan lengkap dengan senjata api untuk menangkap para pelaku yang ternyata alumni dari Unri, telah menyita perhatian banyak orang. Kampus yang sebenarnya didirikan sebagai sarana pendidikan justru telah tersusupi oleh paham radikal.

Dalam penggeledahan tersebut, Densus 88 bergerak cepat dan mengumpulkan seluruh barang bukti. Para pelaku pun masih akan dimintai keterangan. Dipilihnya kampus menjadi sarang bagi para pelaku teroris ini menjadi dilema tersendiri. Di satu sisi banyak yang menyayangkan bahwa penggerebekan itu harus dilakukan di kampus, karena akan menciderai nama kampus.

Hal tersebut juga akan membuat keresahan di hati para mahasiswa yang ada di area kampus ketika melihat datang rombongan polisi bersenjata. Terlebih juga menjadi dilema tersendiri untuk menjelaskan kepada masyarakat apa yang sebenarnya terjadi. Kepercayaan masyarakat terhadap perguruan tinggi dapat menurun akibat kasus ini.

Namun, di sisi lain upaya polisi melakukan penggerebekkan di kampus dinilai sudah sesuai prosedur. Kampus juga masih bagian dari wilayah RI. Terlebih lagi penanganan penggerebekkan tersebut memang harus cepat dan tak bisa dipilih tempat atau nanti sasaran justru tidak berhasil tertangkap. Polisi juga memberikan klarifikasi bahwa diterjunkannya Densus 88 dengan bersenjata lengkap memang sesuai standar operasional karena yang akan ditangkap adalah pelaku teroris yang kemungkinan juga membawa senjata api.

Kasus menghebohkan ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Unri. Jika ditelusuri lebih jauh ternyata beberapa kampus di Indonesia memang telah terpapar paham radikalisme. Paham ini kini menyasar para intelektual muda yang jiwa dan pikirannya masih menggebu-gebu serta mudah diberikan doktin secaraterus-menerus sehingga dapat luluh dan menjadi pengikut paham garis keras tersebut.

Menurut data BNPT yang sudah beredar luas, 7 kampus ternama di Indonesia telah terpapar oleh paham radikalisme. Temuan BNPT tersebut disamping mengejutkan masyarakat, juga disayangkan penyebaran oleh berbagai pihak. Penyebutan nama-nama kampus tersebut secara gamblang bisa merusak citra dari kampus yang selama ini telah dibangun dengan baik.

Selain itu, Indonesia saat ini sedang berusaha menuju World Class University yang saat ini masih berada di kisaran peringkat 500. Dengan adanya pemberitaan ini secara gencar bisa mengakibatkan penurunan citra perguruan tinggi Indonesia di mata Internasional.

Untuk mencegah paham radikal berkembang pesat di kampus, Menristekdikti pun bergerak cepat. Upaya yang pertama kali dilakukan adalah mengumpulkan rektor-rektor kampus untuk membahas permasalahan tersebut.

Mohammad Nasir selaku Menristekdikti mengatakan dirinya akan mengumpulkan rektor perguruan tinggi seluruh Indonesia untuk mebahas permasalahan terkait paham radikalisme bersama-sama. Nasir, juga mengatakan dirinya akan meminta perbaikan kurikulum.
Nasir juga akan meminta perguruan tinggi untuk mendata siapa saja staf, dosen, atau mahasiswa yang telah atau terduga mengikuti paham radikal. Data tersebut nantinya akan diberikan kepada BNPT dan BIN. Dengan langkah tersebu, maka perkembangan paham radikal akan dapat ditekan.

Selain itu, penting juga bagi pihak kampus untuk selalu memberikan arahan kepada pihak mahasiswanya tentang Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia. Para mahasiswa juga perlu diajak untuk bisa mencintai keberagaman dalam masyarakat Indonesia demi utuhnya NKRI.

Selain itu, acara tersebut akan menjadi ajang untuk mengingatkan pihak kampus untuk mengetahui kegiatan mahasiswanya selama di kampus. Pihak kampus perlu menyelidiki jika ada temuan mengenai organisasi-organisasi kemahasiswaan yang bersifat ekslusif dan tidak mudah untuk bisa masuk ke dalamnya.

Paham radikalisme saat ini memang sedang meresahkan di Indonesia. Kini paham ini justru sedang menyasar kaum intelektual. Karena itu pihak kampus perlu lebih berhati-hati lagi apabila ada sesuatu gerakan mencurigakan di kampus. Perekrutan pendidik juga menjadi hal yang perlu menjadi point perhatian. Jangan sampai pendidik terlibat paham radikal yang justru akan menularkan paham tersebut kepada para mahasiswanya.

Hal senada juga disampaikan oleh mantan Kadiv Humas Polri, Komjen Pol Drs. Suhardi Alius, MH, yang mengatakan jika para civitas akademik perlu berkoordinasi demi membentengi kampus dari paham radikal. Sebelum berkembang terlalu jauh, maka seluruh bagian dari kampus harus memahami bahwa paham radikal tidak sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia.

Terlebih lagi jika ada mahasiswa, staff, atau dosen yang suka menutup diri. Kesendirian bisa menjadi faktor yang dimanfaatkan oleh para pengikut paham radikal untuk merangkul mereka yang suka menyendiri. Itu bisa berbahaya dan penyebaran paham radikal bisa sangat masif. Jika sudah terdoktrin oleh paham radikal, sulit bagi seseorang untuk kembali seperti semula.

Sebenarnya seseorang yang terkena paham radikal juga dibagi lagi dalam beberapa kelompok. Kelompok ekstrimis yakni kelompok yang siap mati hari ini demi mempertahankan pendapatnya. Mereka siap untuk melakukan kekerasan terhadap orang-orang yang berseberangan dengannya.

Sedangkan kelompok kedua yakni kelompok yang meyakini bahwa Indonesia lebih tepat menganut sistem khilafah, namun mereka belum berbuat apa-apa. Namun, kelompok ini hanya menunggu waktu ketika mereka juga nantinya akan mewujudakan apa yang diinginkannya.

Itulah kenapa sebelum terlambat, kita perlu menyadari efek dari tumbuhnya paham radikal. Ideologi pancasila sudah menjadi ideologi yang disepakati oleh masyarakat Indonesia. Pancasila telah menyatukan warga Indonesia yang berbeda-beda menjadi satu kesatuan.

Semangat persatuan dari para pemuda Indonesia dahulu perlu ditumbuhkan kembali di masa sekarang. Dahulu para pemuda Indonesia bersatu lewat ikrar sumpah pemuda, begitu pula dengan generasi muda sekarang seharusnya juga punya cita-cita yang sama dalam membangun Indonesia yang lebih baik lagi.

Hal tersebut juga diungkapkan oleh Menristek Dikti, dalam pembicaraannya bersama para rektor perguruan tinggi dan swasta se JawaTengah dan DIY. Beliau menegaskan bahwa kampus perlu bebas dari paham radikal. Perlu upaya bersama-sama untuk mengembalikan citra kampus agar tetap menjadi sebuah lembaga yang mencerdaskan generasi bangsa. Kampus hendaknya tidak hanya mengejarkan tentang intelektual, tapi juga nilai-nilai budaya Indonesia.

Yang perlu diketahui, bahwa paham radikal bukanlah paham yang berasal dari Indonesia. Ide untuk membuat Indonesia menjadi negara khilafah tidak cocok jika diterapkan di Indonesia yang masyarakatnya beragam, baik dari suku, ras, bahasa, maupun agama. Paham radikal justru akan memecah belah persatuan. Seseorang yang menganut paham radikal berarti tidak bisa menerima perbedaan Indonesia.

Paham radikalisme justru akan memicu kekerasan karena paham tersebut berseberangan dengan masyarakat Indonesia. Sehingga timbul upaya dari para pengikut paham radikal untuk menjalankan apa yang diyakininya dengan berbagai cara yang meresahkan masyarakat. Arena itulah sebelum paham radikal tersebut menyebar dengan cepat, perlu dilakukan pemberantasan terhadap paham radikal dan terorisme.

Dengan demikian, masyarakat secara bersama-sama perlu saling menyadari bahaya dari paham radikal. Sebagai orang yang terpelajar, jangan mudah terpancing dengan hal-hal yang hanya manis di depan. Kita jadikan kampus sebagai tempat belajar menimba ilmu, bukan ajang bagi tumbuhnya paham radikal. Tetap cintai pancasila sebagai Ideologi yang dapat menjembatani segala perbedaan. *

Penulis adalah Mahasiswa Universitas 45 Mataram

KPU BATAM

KPU BATAM

Berita lainnya :
 
 

facebook   twitter   rss   google plus
:: Versi Desktop ::
© 2024 BATAMTODAY.COM All Right Reserved
powered by: 2digit