logo batamtoday
Selasa, 16 April 2024
JNE EXPRESS


Berani Tolak Gugatan Pegawai KPK
Desakan Mundur terhadap Arief Hidayat, karena MK Mulai Independen
Sabtu, 17-02-2018 | 14:39 WIB | Penulis: Irawan
 
Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat (Foto: Ist)  

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat terus didesak mundur, mulai dari kalangan guru besar sampai pegiat antikorupsi. Arief dinilai telah melakukan dua pelanggaran etik, yaitu bertemu politisi dan memberikan katabelece untuk kerabatnya di kejaksaan.

Menanggapi desakan mundur terhadap Ketua MK itu, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah berbicara dalam Diskusi Media dengan tema "Siapa yang Tak Etis Dalam Kisruh Ketua MK?" di bilangan Cikini, Jakarta, belum lama ini, menyatakan bahwa desakan yang muncul hari ini bukanlah soal pelanggaran etik yang dilakukan oleh Arief sendiri, namun soal putusan MK menolak permohonan uji materi yang diajukan sejumlah pegawai KPK terhadap hak angket KPK oleh DPR.

Fahri mengaku sangat mengetahui betul betapa independennya lembaga yang kini dipimpin Arief dan kawan-kawan.

"Justru ini ketika mulai independen, mereka takut. Puncak independensinya ditunjukkan dengan putusan bahwa KPK bagian dari eksekutif," ujar Fahri menambahkan bahwa ada kelompok-kelompok yang menekan MK.

Ia kemudian menyebut kelompok tersebut sebagai kelompok proksi dan liar. Karenanya dia mengajak agar beberapapihak mulai dari DPR hingga TNI untuk bekerja sama melawan perang proxi yang disebutkannya.

"Yang rusak itu yang nekan. Ini kelompok yang selama ini mendompleng dari jalanan dan bisa dikte MK supaya dukung semua agenda mereka. Tapi, begitu orangnya Gak bisa ditekan mereka marah. Saya tahu betul kelakuan mereka," katanya.

Bahkan, Fahri ingat betul bagaimana kelompok itu bekerja untuk menekan MK supaya memberikan legitimasi kepada UU 30/2002 tentang KPK, padahal di dalamnya ada banyak penyimpangan. Tapi hakim tidak berani meluruskan, karena ditekan seperti yang mereka lakukan sekarang.

"Padahal semakin hari KPK sebagai produk UU 30 tahun 2002 itu, semakin nampak sebagai negara dalam negara atau kekuatan proxi untuk menciptakan instabilitas dalam negara khususnya sistem peradilan pidana Indonesia. MK seharusnya meluruskan, tapi mereka tekan," tudingnya.

Kekacauan selama 16 tahun adanya KPK ini, menurut politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, sepertinya ada yang menjaga supaya tetap kacau. Ketidaksinkronan antara lembaga dan antara aturan sebetulnya kasat mata, tapi hal itu sengaja dijaga.

"Saling curiga antar lembaga terus saja terjadi mulai Cicak Vs Buaya sampai Pansus KPK. Kelompok ini seperti paham betul cara menggalang kekacauan tanpa terasa seolah konstitusional," bebernya.

Kata Fahri, kalau kelompok lain mengkritik MK dan KPK bisa-bisa mereka bilang intervensi peradilan. Tapi mereka menekan pakai opini dan aksi paling sering mereka lakukan.

"Saya ingat dulu ketika Judicial Review atas UU 30 tahun 2002 dilakukan oleh berbagai kalangan, mereka bisa bikin headline media, 'Awas Koruptor Fight Back!'. Padahal orang ingin agar semua UU merujuk kepada Konstitusi.

"Saat itu hakim MK juga ditekan. Padahal Judicial Review adalah hak setiap warga negara yang merasa bahwa sebuah UU telah merugikan hak-hak nya dan bertentangan dengan UUD 1945. Itulah yang dirasakan oleh banyak orang dengan UU 30 tahun 2002," ungkapnya.

Fahri yakin kekacauan yang terjadi saat ini, khususnya kisruh di MK adalah by Design. Memang tidak enak dikatakan, tapi harus dikatakan bahwa kita diserang karena kita tidak menyerang dan kita tidak punya pemimpin dalam perang ini.

"Inilah tragedinya. Pemimpin tidak tahu bahwa kita sedang diserang. Kita diadu dan diperdaya akibat ego dan senang bangga dengan diri sendiri. Maka mari hentikan disain mereka," ajak anggota DPR dari daerah pemilihan Nusan Tenggara Barat (NTB) itu.

Selain Fahri Hamzah, diskusi juga menghadirkan Masinton Pasaribu dan Ahmad Yani dari unsur DPR, hadir juga beberapa pembicara berlatar belakang akademisi seperti Prof. Dr. Romli Atmasasmita, Prof. Syaiful Bakhri, Prof.Dr. Faisal Santiago, Dr. Rachmad Syafaat, Dr. Ahmad Sudiro, dan Ilham Hermawan yang juga Direktur Kolegium Jurist Institute.

Editor: Surya

Ucapan Idul Fitri

Berita lainnya :
 
 

facebook   twitter   rss   google plus
:: Versi Desktop ::
© 2024 BATAMTODAY.COM All Right Reserved
powered by: 2digit