logo batamtoday
Kamis, 18 April 2024
JNE EXPRESS


Etalase Kemiskinan Indonesia
Rabu, 06-04-2016 | 09:26 WIB | Penulis: Saibansah
 
Artikel Harian Kompas tentang Natuna. (Foto: Saibansah)  

MASIH jauh dari layak, untuk menyebut Kabupaten Kepulauan Anambas dan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, sebagai wilayah sejahtera. Sebaliknya, kedua kawasan terdepan republik itu, masih konsisten menjadi "Etalase Kemiskininan Indonesia".

Sungguh menggembirakan, ketika harian nasional Kompas pada edisi Minggu, 3 April 2016 menurunkan tulisan berjudul, "Natuna, antara Kedaulatan dan Keterbelakangan". "Potensi alam dan lokasi strategis tidak menjamin kemakmuran warga Natuna yang masih terbelakang hingga kini." Demikian salah satu kalimat dari tulisan tersebut. 

Melalui tulisan itu, setidaknya menggairahkan kembali asa masyarakat Natuna dan Anambas yang terus menerus "dimiskinkan" kebijakan pemerintah. 

Buktinya, Dana Bagi Hasil Minyak Bumi dan Gas (DBH Migas) Kabupaten Natuna dipangkas Jakarta hingga angka Rp392 miliar. Nasib yang sama juga terjadi pada DBH Kabupaten Anambas yang tahun 2013 lalu sebesar Rp300 miliar. Kini, di tahun 2016 ini yang tersisa Rp7,5 miliar.

Tak hanya itu, saat ini masyarakat Natuna dan Anambas tidak bisa lagi menjual ikan hasil budidaya dan tangkapan mereka ke kapal-kapal asing. Itu larangan Jakarta. Pada saat yang sama, mereka juga tidak memiliki gudang pendingin (cold storage). Kalau pun ada, pakai apa mengaktifkan gudang pendingin itu? Listrik minim!


Melalui tulisan tersebut, semoga Presiden Jokowi lebih serius membangun Natuna dan Anambas. Tidak dibiarkan seperti sekarang ini. Padahal, potensi apa lagi yang kurang dari Natuna dan Anambas? 

Inilah yang membuat John Pang, doktor asal Universitas Stanford yang mengajar di Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Singapura, mengaku heran mengapa daerah seindah Natuna dan Anambas tidak dibangun.

"Saya heran kenapa daerah seindah ini belum dibangun. Untuk pariwisata sangat menarik. Malaysia membangun wilayah pulaunya untuk pariwisata, seperti Langkawi dan Labuan Tioman," kata John Pang.

Itulah pandangan orang asing. Pembukaan jalur kapal Tol Laut ke Natuna dan Anambas itu sudah berarti "kado kesejahteraan" Jakarta untuk Anambas dan Natuna? 

Lalu, ketika harga diri bangsa kita terusik di Natuna, karena kapal patroli Indonesia kalah segalanya dengan kapal tentara Cina. Mulai dari ukuran kapal hingga persenjataannya. Dan konflik di perairan Natuna itu menjadi tamparan bagi Jakarta yang gagal menjaga kedaulatan negara. 

Bagaimana tidak, pada 19 Maret 2016 lalu, kapal Coast Guard RRT bentrok dengan kapal patroli KKP Republik Indonesia di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di utara Kepulauan Natuna, wilayah negara kita, Indonesia! Dan ini bukan kejadian pertama!

Apakah jawaban dari konflik tersebut adalah penguatan basis militer? Mengapa Jakarta tidak mulai melakukan pembongkaran "etalase" Natuna dan Anambas? Ganti Natuna dan Anambas sebagai "Etalase Kemiskinan Indonesia" dengan "Etalase Kesejahteraan Indonesia". Bukankah kita semua sudah sepakat untuk mengalihkan pandangan ke laut. Setelah puluhan tahun kita memunggungi laut? 

Atau, semua itu hanya janji pepesan kosong? Entahlah!

Editor: Dardani

Ucapan Idul Fitri

Berita lainnya :
 
 

facebook   twitter   rss   google plus
:: Versi Desktop ::
© 2024 BATAMTODAY.COM All Right Reserved
powered by: 2digit