logo batamtoday
Jum'at, 19 April 2024
JNE EXPRESS


Merindukan Politik Ideal Tanpa SARA
Selasa, 18-09-2018 | 11:28 WIB | Penulis: Redaksi
 
Ilusrtasi Anti SARA. (Foto: Ist)  

Oleh Robby Fransisco

SUDAH tidak asing lagi istilah SARA dalam kancah Perpolitikan di Indonesia, Negara yang berdiri dan berdaulat pada 1945 ini masih sarat dengan berbagai kendala politis walaupun pada hakikatnya, Indonesia merupakan negara hebat yang erat kaitannya dengan keberagaman namun dapat disatukan dengan kesepakatan bersama para pendiri bangsa secara demokratis.

2019 nanti, bangsa ini akan kembali menggelar kontestasi politik tanah air, pemilihan RI 1 yang akan memimpin bangsa yang besar ini untuk satu periode kedepan, dan semestinya ajang ini suatu wadah bersama untuk dapat bersama-sama saling berkompetisi dengan adil, beradu visi dan misi serta menjunjung program kerja terbaik guna membangun negeri ini ke arah yang jauh lebih baik.

Namun apa yang terjadi malah sebaliknya, setiap kegiatan politis dalam negeri akan selalu menuai konflik bari bagi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan juga bernegara, dan faktor terbesar yang sering kali menjadi pemicu konflik dalam pesta politik nasional yaitu unsur SARA.

Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan memang tidak dapat lepas dari eksistensi bangsa ini, karena memang keberagaman lah yang menjadi ciri khas dari negeri kepulauan dengan ribuan gugusan pulau dari sabang sampai merauke. Namun yang sangat disayangkan, yaitu posesi unsur SARA yang kerap dimanipulasi oleh berbagai kelompok kepentingan demi memuluskan langkahnya baik secara politis maupun ekonomis.

Hal inilah yang kerap terjadi selalu mencuat menjelang dan selama proses pemilihan kepala daerah dan kepala pemerintahan pusat, sejarah mencatat bahwa presentase konflik yang berkaitan SARA cukup besar terjadi di tahun politik. Sehingga apa yang selalu menjadi menjadi akar fenomena ini?

Yang paling utama adalah besarnya suara rakyat tanah air yang diwakilkan oleh dominansi etnis ditiap wilayah, contohnya ada peribahasa yang menyatakan bahwa sebenarnya suara masyarakat pulau jawa saja cukup dapat mewakilkan sebagian besar suara rakyat Indonesia.

Ditinjau dari banyaknya populasi, dan tingkat melek politik masyarakat itu sendiri. Dengan demikian artinya apabila sekelompok atau perseorangan yang maju dalam kontestasi politik negeri ini ingin dapat menguasai suara rakyat dalam suatu wilayah, harusnya dapat mengambil simpati rakyat dengan faktor-faktor kedekatan yang mudah digemari.

Sehingga seiring berjalannya waktu, para pelaku politis mulai mencari cara termudah untuk dapat memenangkan politik dengan cara yang paling mudah dan juga cepat, yakni dengan menggunakan isu-isu yang berkaitan dengan kedekatan bangsa mayoritas. Kembali lagi dimaksudkan untuk mendapatkan suara terbanyak dari mayoritas masyarakat terbanyak.

Cara inilah yang mulai meruntuhkan nilai-nilai demokratis yang sarat dengan kompetisi sehat untuk adu kemampuan secara politik, bukannya saling menjatuhkan dengan cara menyerang satu sama lain menggunakan senjata-senjata politis.

Salah satu yang terbesar dan cukup terkini adalah isu Agama yang cukup sensitif di tanah air, Islam sebagai agama yang paling banyak dipeluk rakyat Indonesia dan bahkan memperkenalkan Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam terbesar dunia, seringkali didayagunakan sebagai alat politis pelaku kepentingan.

Walalupun pada hakikatnya agama merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dan menjadi sarat wajib yang dapat mencerminkan kepribadian seseorang. Namun sangatlah tidak terpuji untuk memaksakan kehendak agama untuk dipakai dalam pesta politik, karena bukannya menjadi sarana untuk menuju kebaikan melainkan agama menjadi alat untuk memicu kebencian di masyarakat.

Contoh kasus yang mulai mencuat menjelang Pilpres 2019 nanti, dimana Petahana Jokowi-Maaruf Amin kembali maju untuk bersaing dalam Pilpres menghadapi paslon Prabowo-Sandi yang sementara ini sudah mendeklarasikan pencalonannya. Namun yang kerap menjadi pemberitaan media-media adalah serangan Agama bernuansa politis yang sering ditujukan ke petahana pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo.

Mulai dari isu-isu yang menyerang Jokowi dengan mempertanyakan keislamannya, ataupula beberapa kasus yang sering dimunculkan ke permukaan untuk mendiskreditkan pemerintah yang dianggap anti-islam dan lain sebagainya.

Sehingga sangat disayangkan apabila Agama Islam yang sarat dengan kedamaian dipakai suatu pasangan politis untuk menjatuhkan lawannya, karena dengan demikian, jalannya pemilu akan selalu penuh dengan konflik. Dan tidak terlupa juga bahwa walaupun kontes politik yang menggunakan unsur SARA dalam proses pemenangan politik akan selalu meninggalkan dendam dimasyarakat sehingga jalannya pemerintah terpilih akan berlangsung dengan tidak sabil.*

Penulis adalah Kontributor Jurnal Media UPI

Ucapan Idul Fitri

Berita lainnya :
 
 

facebook   twitter   rss   google plus
:: Versi Desktop ::
© 2024 BATAMTODAY.COM All Right Reserved
powered by: 2digit